Jumat, 29 Agustus 2014

OPINI: Perempuan dan Tugas Mulianya Dalam Rumah Tangga

Oleh: Faradillah Hamzah


“Barangsiapa dianugerahi Allah dengan perempuan shalih, berarti ia telah menolong separuh agamanya. Oleh karena itu, hendaklah ia bertakwa kepada Allah dengan separuhnya yang lain.” Rasulullah saw.


Perkataan Rasulullah saw di atas menegaskan tentang pentingnya peran perempuan. Islam memandang perempuan saleh sebagai landasan masyarakat madani sekaligus faktor yang berperan penting dalam perbaikan kondisi masyarakat. Semua itu dimaksudkan agar sebuah masyarakat dihuni para individu yang cenderung pada kebajikan dan bersedia memikul tanggung jawab untuk membangun masa depan kemanusiaan yang gilang-gemilang.

Sebagai pemimpin dalam rumahnya, perempuan bertanggung jawab dalam mengatur rumah dan pendidikan anak. Sebuah tugas mulia yang tidak mudah. Perempuan adalah muara kasih sayang bagi keluarganya. Sejatinya, kenyamanan dan ketenangan rumah bergantung pada perempuan. Potensi dari kemuliaan perempuan inilah yang tidak seharusnya dirampas oleh kantor-kantor atau tempat perniagaan. Pengetahuan dan tenaga perempuan tidak seharusnya dikerahkan untuk kepuasan materi kantor-kantor maupun perusahaan perniagaan. Hingga akhirnya lelah merampas sifat alamiah perempuan yang senantiasa menebarkan cinta damai bagi anak-anak dan suaminya di rumah.

Meskipun aksi gerakan kesetaraan gender perlahan meredup, tetapi semangat ini masih mengakar kuat di dalam diri sebagian besar perempuan-perempuan modern. Hal ini tampak dengan banyaknya perempuan yang lebih memilih aktivitas berkarir di luar rumah. Tentu saja hal ini tidak menjadi masalah selama perempuan tidak meninggalkan sifat kodratinya. Namun, dalam kenyataannya, begitu banyak perempuan yang lebih memilih memikul tanggung jawab yang seharusnya dipikul kaum lelaki dengan dalih kesetaraan gender dengan menyampingkan sifat alamiahnya sebagai ibu dan istri. Bahkan, sejumlah perempuan menginginkan dirinya menyandang sifat-sifat yang dimiliki kaum lelaki.

Menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah profesi dengan imbalan sebuah kemuliaan. Namun, acapkali perempuan merasa minder dengan profesi ini, karena anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa profesi ini hanya bergelut di “dapur”, “sumur”, dan “kasur”. Jelas, anggapan ini keliru. Menjadi ibu rumah tangga bukanlah pekerjaan remeh. Sebagai pemimpin dalam rumahnya, seorang perempuan yang bijak dituntut kecermatan dan ketelatenan. Sifat kasihnya adalah senjata dalam membentuk karakter manusia-manusia terdidik yang berakhlak. Sebagai seorang ibu, ia adalah cerminan akhlak masyarakat. Sebagai seorang istri, perempuan adalah samudera ketenangan bagi suaminya.

Rasulullah saw bersabda, “Didiklah anakmu 25 tahun sebelum dia lahir”. Hal ini menekankan bahwa sebelum mendidik anak, seorang perempuan dituntut untuk mendidik dirinya terlebih dahulu. Pendidikan yang dimaksud tentulah tidak sesempit pendidikan yang diperoleh di bangku sekolah, tapi yang terpenting adalah pendidikan agama. Karena sifat kasih sayang yang dimiliki perempuan haruslah disandingkan dengan otak yang cerdas, agar tidak salah dalam mendidik. Ibu yang bodoh mustahil melahirkan anak yang cerdas.

Faktor lain mengapa perempuan merasa minder serta tidak menggemari profesi ini adalah konstruksi budaya yang menganggap bahwa segenap pekerjaan rumah tangga adalah
kewajiban perempuan. Sehingga perempuan menganggap hal ini sebagai beban yang tidak adil bagi mereka. Padahal tidak ada kemuliaan yang lebih tinggi bagi seorang perempuan selain kemuliaan yang diberikan Islam. Dan hal ini bermuara pada tugas fitrawi perempuan sebagai seorang ibu dan isteri.





Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga tidaklah terbatas oleh hitungan jam kerja dalam sehari. Sebagaimana kemuliaannya yang tidak dapat diukur dengan hal yang materil. Pekerjaan ibu rumah tangga adalah perpaduan cinta, seni keterampilan, serta kecerdasan.

0 komentar:

Posting Komentar